Desainer IFC (Ki-Ka) Lira Krisnalisa-Khanaan Shamlan-Itang Yunasz-Istafiana Candarini/Dok. IFC
Desainer IFC (Ki-Ka) Lira Krisnalisa-Khanaan Shamlan-Itang Yunasz-Istafiana Candarini/Dok. IFC
KOMENTAR

SEBERAPA siap Indonesia menjadi pusat modest fashion dunia?

Pertanyaan itu tentunya tidak bisa hanya dijawab dengan kata “siap” tetapi dibuktikan dengan aksi nyata. Hal inilah yang dilakukan oleh Indonesian Fashion Chamber (IFC) bersama Bank Indonesia dan Kementerian Koperasi & UKM dengan menggelar berbagai fashion show dan trade show di berbagai negara. Hal tersebut menjadi rangkaian perjuangan untuk bisa mengangkat wastra Indonesia sebagai keunikan modest fashion khas Nusantara.

Dalam Kick Off Indonesia International Modest Fashion Festival yang digelar di Gala Rooftop, 8th Level Sutasoma Hotel &The Tribrata Darmawangsa, Jakarta pada Jumat (13/10), sejumlah desainer menyatakan harapan mereka untuk mewujudkan cita-cita mulia Indonesia menjadi pusat modest fashion dunia.

Menekuni modest fashion sejak tahun 2000, desainer senior Itang Yunasz menyatakan terima kasihnya kepada Bank Indonesia yang konsisten mendampingi para desainer untuk melangkah maju menembus pasar mancanegara. Hal ini sesuai Prakarsa Presiden Joko Widodo agar fesyen Indonesia bisa dibeli oleh orang-orang di belahan dunia lain.

“Indonesia memang patut berbangga karena memiliki wastra terbanyak, tapi bagaimana harus terjual, itulah tantangannya. Melihat apa yang sudah dilakukan di Dubai dan Paris, peluang terbuka luas, inilah yang harus terus kita perjuangkan. Selesai fashion show, kita jangan terlena oleh tepuk tangan meriah. Yang lebih penting adalah bagaimana agar setelah tepukan itu ada buyer yang membeli produk kita sehingga modest fashion menjadi bisnis berkelanjutan,” ungkap Itang.

Sementara itu, Khanaan Shamlan pemilik label Khanaan mengisahkan pengalaman pertamanya menggelar pameran di luar negeri.

“Dulu Khanaan go international ke Qatar, banyak orang yang tertarik dengan produk kami, tapi ketika disebutkan ini adalah produk Indonesia, mereka melengos. Tapi saat ini, kita sudah berada di jalur yang tepat dengan mengangkat kekuatan lokal kita yaitu wastra. Itu yang membuat produk Indonesia kuat. Apalagi saat ini banyak orang muda yang berpikiran global, tidak lagi dibatasi oleh negara. Jika mereka suka, mereka beli. Dan konsistensi kita membuahkan hasil,” jelas Khanaan yang dikenal suka memadupadankan dua budaya dalam karyanya ini.

Keinginan untuk lebih mengangkat wastra sebagai kekuatan modest fashion Indonesia juga diungkapkan Rya Baraba.

“Dulu saya fokus untuk menjual produk saya, tanpa ada wastra. Namun saat ini, 35 persen karya saya sudah menggunakan wastra. Saya akhirnya menyadari bahwa wastra Indonesia sangat kaya dan sangat bisa diaplikasikan dalam berbagai karya yang wearable bahkan glamor, dan bisa dijual. Mari kita saling support untuk kemajuan modest fashion khas Indonesia,” kata desainer asal Tanah Pasundan tersebut.

Istafiana Candarini dari Kami. pun menuturkan rasa cintanya pada wastra Indonesia yang ia yakin dapat melejitkan modest fashion Indonesia di hadapan pecinta mode dunia.

“Semakin ke sini, kami. semakin bisa mengeksplorasi wastra untuk pakaian jadi. Alhamdulillah tanggapan masyarakat internasional semakin positif. Di London misalnya, mereka bangga melihat modest fashion Indonesia maju. Mereka melihat kita memiliki apa yang mereka butuhkan, mereka pun memuji keindahan karya desainer Indonesia. Sementara di New York, awalnya mungkin modest fashion masih asing. Namun di kali kedua, media di sana mengirimkan wartawan yang memahami dunia Islam, memahami kehidupan muslim. Karena itulah mereka mampu mengeksplorasi informasi yang ingin diangkat. Kami. saat ini ingin fokus pada trade show,” kata Irin.

Sementara itu Sandy selaku PR Klamby menyatakan harapannya untuk pemerintah mendukung desainer dalam sektor bahan baku.

“Saya berharap pemerintah memberi lebih banyak pelatihan maupun pendampingan agar para perajin bisa lebih cepat menghasilkan kain dengan kualitas yang baik. Hal ini penting mengingat waktu pengerjaan kain tenun misalnya, bisa memakan waktu tiga bulan lebih. Dan tentu saja waktu menjadi tantangan besar bagi desainer untuk bisa produktif,” ungkapnya.

Adapun Lira Krisnalisa pemilik jenama Jenna & Kaia mengungkapkan harapannya untuk memperkuat pasar dalam negeri.

“Kami pernah mengangkat tema Archipelago, dan kami ingin mengulangnya lagi. Jenna & Kaia sudah pernah tampil di luar negeri, salah satunya di Moskow, Rusia, kini kami ingin fokus mengembangkan wastra, terutama tenun Garut. Saya ingin karya wastra Nusantara dapat diterima dengan baik di negeri sendiri,” tutur Lira.




Buah dan Sayur Sebagai Pengganti Skincare, Memang Bisa?

Sebelumnya

Sentuhan Mewah dan Nyaman untuk Perempuan Urban Rancangan Pricilla Margie

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga